Senin, 05 Mei 2014

TAKHRIJ HADIST


TAKHRIJ HADIST
A.    Pendahuluan
Hadist Nabi merupakan ajaran Islam, disamping Al-Qur’an. Dilihat dari periwayatannya, hadist Nabi berbeda dengan Al-Qur’an. Untuk Al-Qur’an , semua periwayatan ayat-ayatnya berlangsung secara mutawatir, sedangkan untuk hadist Nabi sebagian periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad. Al-Qur’an juga merupakan rujukan utama umat Islam, dalam posisinya yang demikian itu, Al-Qur’an berisikan pedoman dalam memecahkan segala permasalahan kehidupan. Hanya saja, adakalanya suatu masalah dipaparkan secara mendetil dan ada pula yang diungkapkannya secara global saja.
Dalam hal yang pertama, Al-Qur’an membawa konsep yang siap pakai. Sedangkan dalam hal kedua, konsep yang dibawa Al-Qur’an belum bisa dioperasionalkan. Merialisasikan bagian yang disebut terakhir masih ditangguhkan sampai adanya petunjuk yang lengkap dan jelas, sehingga umat Islam dapat mengikuti dan melaksanakannya.
Disinilah peran dan fungsi Nabi SAW. Karena hadist atau sunah merupakan penafsiran terhadap Al-Qur’an dalam praktek dan penerapan ajaran Islam secara faktual dan edial. Hal ini mengingat bahwa pribadi Nabi merupakan perwujudan dari Al-Qur’an yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk melakukan kajian mendalam tehadap hadist-hadist Nabi sangat dibutuhkan seperangkat ilmu, kaedah dan ketentuan-ketentuan pokok. Semua itu akan dijadikan sebagai media utama dalam meneliti hadist. Dengan ungkapan lain dapat dikatakan bahwa, sebagaimana juga penelitian yang lain, kegiatan penelitian hadist tidaklah berdiri sendiri tetapi memerlukan beberapa kaidah pokok lainnya. Sedikitnya ada tiga pokok yang sangat penting diperhatikan dan dipedomani dalam kegiatan penelitian hadits. Ketiga hal tersebut adalah ‘ilm takhrij al-hadist, ‘ilm mukhtalif al-hadist, dan ta-nammu’ al-ibadah. Tetapi disini penulis membatasi pembahasan makalah ini dengan masalah Tahkrij Al-Hadist, yang didalamnya berisikan pengertian takhrij hadits pada bahasa dan istilah, sejarah timbulnya takhij al-hadits, objek kajian, kegunaan, langkah-langkah. Mudah-mudahan makalah ini bermfaat bagi pembaca terutama penulis sendiri, dan hendaknya  bisa dijadikan pegangan dalam kehidupan mendatan.
B.     Pengertian Takhrij Al-Hadis
            Takhrij menurut bahasa memiliki beberapa makna. Yang paling mendekati disini adalah berasal dari kata kharaja (خرج) yang artinya nampak dari tempatnya atau keadaaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj (الاخرج) yang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan kata al-makhraj (المخرج) yang artinya tempat keluar dan akhraj al-hadist wa kharajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadist kepada orang dengan menjelaskan tempat keluarnya.[1]
              Menurut istilah dan yang biasa dipakai para ulam hadits kata At-Takhrij mempunyai beberapa arti  antara lain:
1.   Mengemukakan hadits pada orang banyak dengan menyebutkan para periwayatnya dalam sanad yang telah menyampaikan hadis itu dengan metode periwayatan yang mereka tempuh.
2.   Ulma mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan uleh para guru hadits, atau berbagai kitab lain yang susunanya dikemukakan berdasarkan riwayat sendiri, atau para gurunya,  temanya , orang lain, dengan menerangkan siapa periwayatnya dari para penyusun kitab atau karya tulis yang dijadikan sumber pengambilan.
3.      Menunjukkan asal usul hadits dan mengemukakan sumber pengambilannya dari berbagai kitab hadits yang disusun oleh para mukharrij-Nya langsung.
4.      Mengemukakan hadits berdasarkan sumbernya atau berbagai sumbernya, yakni kitab-kitab hadits, yang didalamnya disertakan metode periwayatannaya dan sanad-Nya masing-masing, serta diterangkan keadaan para periwayatnya dan kualitas haditsnya.
5.      Menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadits pada sumbernya yang asli, yakni berbagai kitab, yang didalamnya dikemukakan hadis itu secara lengkap dengan sanadnya masing-masing; kemudian, untuk kepentingan penelitian, dijelaskan kualitas hadits yang bersangkutan. [2]
Dari beberapa pengertian takhrij diatas maka pengertian takhrij Al-Hadits yang digunakan untuk maksud penilitian hadits adalah pengertian yang dikemukakan dalam butir kelima. Dengan demikian yang dimaksud dengan takhri al-hadits adalah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadits yang bersangkutan, yang didalam sumber itu dikemukakan secara lengkap sanad dan matan hadits tersebut, kemudian dijelaskan kualitasnya dengan penelitian terhadap sanat tersebut.
Rumusan Mahmud Ath-Thahhan Takhrij Al-Hadits pada istilah adalah

Artinya: Takhrij adalah penunjukan terhadap tempat hadis didalam sumber aslinya yang dijelaskan sanad dan martabatnya sesuai keperluan.[3]
C.     Sejarah Perkembangan Tahkrij Al-Hadist
Penguasaan para ulama dahulu terhadap sumber-sumber hadist begitu luas sehingga jika disebutkan suatu hadist mereka tidak merasa kesulitan untuk mengetahui sumber hadist tersebut. Ketika semangat belajar mulai melemah, mereka kesulitan untuk mengetahuai tempat-tempat hadist yang dijadikan rujukan para penulis ilmu syar’i. Sebahagian ulama bangkit dan memperlihatkan hadist-hadist yang ada pada sebagian kitab dan menjelaskan sumbernya dari kitab hadits yang asli, menjelaskan metodenya, dan menerangkan kualitasnya, apakah hadis tersebut sahih atau daif, lalu munjullah apa yang dinamakan dengan Kutup at-takhrij (Buku-buku tahkrij).
Ulama yang pertamakali melakukan takhrij menut Mahmud Ath-Thahhan adalah Al-Khaththib Al-Bagdadi waapat pada tahun 436 H, kemudian, dilakukan pula oleh Muhammad bin Musa Al-Hazimi wafat pada tahun 584 H. dengan karyanya Takhrij Ahadist Al-Muhadzhab. Ia mentakhrij kitap fiqih Syafi’ah karya Abu Ishaq Asy-Syirazi. Ada juga ulama lain, seperti Abu Al-Qasimi Al-Husain dan Abu Qasim Al-Mahrawani. Pada perkembangan selanjutnya, cukup banyak bermunculan kitap yang berupaya mentakhrij kitab-kitab dalam berbagai ilmu agama. Diantara kitab-kitab takhrij itu antaara lain:[4]
1.      Takhrij Ahadits Al-Muhadzdzabi, karya Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi’I (w. 548 H)
2.      Takhrij Ahadits Al-Mukhtashar Al-Kabir Li Ibni Al-Hajib, karya Muhammad bin Ahmad Abdul Hadi Al-Maqdisi (w. 744 H)
3.      Sashbu Ar-Rayah Li-Ahadits Al-Hidayah Li Al-Marghinani, karya Abdullah bin Yusuf Az-Zaila’I (w. 762 H).
4.      T akhri Ahadits Al-Kasysyaf Li Az-Zamarksyari, karya Al-Hafizh Az-Zalla’i
5.      Al-Badru Al-Munir Fi Takhrij Al-Hadits wa Al-Atsar Al-Waqi’ah Fi,  Asy-Syarhi Al-Kabir Li Ar-Rafi’, karya Umar bin Ali bin Al-Mulaqqin (w. 804 H)
6.      Al-Mughni’an Hamli Al-Asfir Fi Takhrij ma fi Al-Ihya’min Al-Akhbar, karya Abdurahman bin Al-Husaini Al-‘Iraqi (w. 806 H).
7.      Takhrij Al-Hadits Allati Yusyiiru ilaihi At-Tirmitzi FI Kulli bab, karya Al-Hafizh Al-‘Iraqi.
8.      At-Talkhish Al-Habir Fi Takhri Ahadits Syah Al-Wajiz Al-Kabir Li Ar-Rafi’, karya Ahmad Bin Ali bin Hajar Al-‘asqolqni (w. 852 H).
9.      Ad-Dirayah FI takhri Ahadits Al-Hidayah, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar
10.  Tuhfatu Ar-Rawi Fi Takhrij Ahadits Al-Baidhawi, karya Abdurauf Ali Al-Manawi (w. 1031 H)
Dalam melakukan takhrij al-hadis kita memerlukan kitab-kitab yang berkaitan dengan takhrij hadist ini. Adapun kitab-kitap tersebut antara lain sebagai berikut:
1.      Hidayatul bari ila tartibi Ahadisil Bukhari
Penyusun kitab ini adalah Abdul Rahman Ambar Al-Misri At-Tahtawi. Kitab ini disusun khusus untuk mencari hadist-hadist yang termuat dalam shahih Al-Bukhari. Lafaz hadits disusun menurut urutan-urutan huruf abjad arab. Namun, hadits-hadits yang dikemukakan secara berulang dalam Shahih Bukhari tidak memuat secara berulang dalam kamud diatas. Dengan demikian, perbedaan lafazh dalam matan hadits riwayat Al-Bukhari tidak dapat diketehui melalui kamus tersebut.
2.      Mu’jam Al-Fadzi wala Siyyama Al-Gariibu Minha atau Fuhris Litartibi Ahadisi Shahihi Muslim
Kitab ini merupakan salah satu juz, yakni juz ke-5 dari kitab shahih Muslim yang disunting oleh Muhammad Abdul Baqi. Juz ke-5 ini merupakan kamus terhadap juz ke-1-4 yang berisi
a.       Daftar urutan judul kitab, nomor hadits, dan juz yang memuatnya.
b.      Daftar nama para sahabat Nabi yang meriwayatkan hadits yang termuat dalam shahih Muslim.
c.       Daftar awal matan hadits dalam bentuk sabda yang tersusunmenurut abjat serta menerangkan nomor-nomor hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari bila kebetulan hadits  tersebut juga diriwayatkan oleh Bukhari
3.      Miftahus Sahihain
Kitab ini disusun oleh Muhammad Syarif bin Mustafa Al-Tauqiyah. Kitab ini dapat digunakan untuk mencari hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Muslim. Akan tetapi, hadits-hadits yang dimuat dalam kitab ini hanyalah hadits-hadits yang berupa sabda (qauliyah) saja. Hadits tersebut tersebut disusun menurut abjad dari awal lafazh matan hadist.

4.      Al-Bugyatu fi Tartibi Ahadits Al-Hilyah
Kitab ini disusun oleh Sayyid Abdul Aziz bin Al-Sayyid Muhammad bin Sayyid Sidqi  Al-Qammari. Kitab tersebut memuat dan menerangkan hadits-hadts yang tercantum dalam kitab yang disusun Abu Nuaim Al-Asabuni wafat pada tahun 430 H. yang berjudul Hiyatul Auliyai wathabaqutul Asfiyai.
Sejenis dengan kitab tersebut adalah kitab Miftahut Tartibi li Ahaditsi Tarikhil Katib yang disusun oleh Sayyid Ahmad bin Sayyid Muhammad bin Sayyid As-Siddiqi Al-Qammari yang memuat dan menerangkan hadits yang tercantum dalam kitab sejarah yang disusun oleh Abu Bakar bin Ali bin Subit bin Ahamad Al-Baqdadi yang dikenal dengan Al-Khatib Al-Baqdadi wafat pada tahun 463 H. kitabnya yang berjudul Taikhul Baqdadi yang terdiri dari 4 jilid.
5.      Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfadzi Hadist Nabawi
Kitab ini disusun oleh imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi wafat pata tahun 91 H. kitab kamus hadits ini memuat hadits-hadits yang terhimpun dalam kita himpunan kutipan hadits yang disusun oleh As-Suyuthi juga, yakni kitab jam’ul jawami’i.
Hadits yang disusun dalam kitab Jamius Shaqir disusun berdasarkan urutan abjad dan awal lafazh matan hadits. Sebahagian dari hadits-hadits itu ada yang ditulis secara lengkap dan ada pula yang ditulis sebagian saja, namun telah mengandung pengertian yang cukup.
Kitab hadits tersebut juga menerangkan nama-nama sahabat Nabi yang meriwayatkan hadits yang bersangkutan dan nama-nama mukharijnya (periwayat hadits yang menghimpun hadits dalam kitabnya). Selain itu, hamper setiap hadits yang dikutip dijelaskan kualitasnya menurut penilaian yang dilakukan atau disetujui oleh Suyuthi.
6.      Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfadzil Hadis Nawawi
Penyusun kitab ini adalah sebuah tim dari kalangan Orientalis. Diantara anggota tim yang paling aktif dalam kegiatan proses penyusunan adalah Dr. Arnold John Wensinck wafat pada tahun 939 M. ,seorang profisor bahasa Arab di Universitas Leiden, negeri Belanda.
Kitab ini dimaksudkan untuk mencari hadits berdasarkan petunjuk lafazh matan hadits. Berbagai lafazh yang disajikan tidak dibatasi hanya lafazh-lafazh yang berada ditengah dan bagian-bagian lain dari matan hadits. Dengan demikian, kitab mu’jam mampu memberikan imformasi kepada pencari matan dan sanad hadits selama sebagian dari lafazh matan yang dicarinya itu telah diketahinya.
Kitab Mu’jam ini terdiri dari tujuh juz dan dapat digunakan untuk mencari hadits-hadits yang terdapat dalam Sembilan kitab hadits, yakni Shahih Bukhari, Shahih Musli, Sunan Abu Dawud, Sunan Tirmidzi, Sunan Nasa’I, Sunan Ibnu Majah, Sunan Darimi, Muwatta Malik, dan Musnad Ahmad.[5]
D.    Objek Kajian Takhrij Al-Hadist
Setiap hadits memiliki tiga unsur pokok yang merupakan syarat suatu hadits, yakni sanad (silsilah orang yang meriwayatkan hadits), matn (materi atau lafaz hadits), rawi (orang yang meriwayatkan hadits).
Takhrij hadis adalah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan yang didalam sumber itu disebutkan secara lengkap sanad dan matan hadis disertai dengan penjelasan kualitas hadis tersebut.
Dengan demikian, objek kajian takhrij hadits yaitu: rangkaian terhadap sejumlah periwayat yang menyampaikan riwayat hadits (sanad hadits) dan materi hadits itu sendiri (matan hadits)[6]
E.     Kegunaan Takhrij Al-Hadist
Ilmu takhrij merupakan dari bagian ilmu agama yang perlu dipelajari dan dikuasai, terutama menjadi sangat penting bagi orang yang mempelajari ilmu syari’at. Sebab didalamnya dibicarakan berbagai kaidah dan metode untuk mengetahui dariman sumber hadis itu berasal atau melacak suatu hadis sampai pada sumber aslinya.
Bagi seorang penulis hadis, kegiatan takhrij hadis sangat pennting. Tampa dilakukan takhrijul hadis terlebih dahulu, maka akan sulid diketahui asal usul riwayat hadis yang akan diteliti, berbagai riwayat yang telah meriwayatkan hadis itu, dan ada atau tidaknya korroborasi (syahid atau mutabik) dalam sanad bagi hadis yang ditelitinya. Dengan demikian, menimal ada tiga hal yang menyebabkan pentingnya kegiatan takhrij al-hadits dalam melaksanakan penelitian hadis. Antara lain adalah:[7]
1.   Untuk mengetahui asal usul riwayat hadis yang akan diteliti.
Suatu hadis akan sangat sulit diteliti status dan kualitasnya bila terlebih dahulu tidak diketahui asl usulnya. Tampa diketahui asal usulnya, maka sanad dan matan hadis yang bersangkutan sulit diketahui susunannya menurut sumber pengambilannya. Tampa diketahui susunan sanad dan matannya secaraa beenar, maka hadis yang bersangkutan akan sulit diteliti secaraa cermat. Untuk mengetahui asal usul hadis yang diteliti itu, maka kegiatan takhrij perlu dilakukan terlebih dahulu.

2.   Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadis yang akan diteliti.
Hadis yang akan diteliti mungkin akan memiliki lebih dari satu sanad. Mungkin saja, salah satu sanad hadis itu berkualitas daif, sedangkan yang lainnya berkualitas sahih. Untuk dapat menentukan sanad yang berkualitas daif dan sahih, maka terlebih dahulu harus diketahui seluruh riwayat hadis yang bersangkutan. Dalam hubungan untuk mengetahui riwayat hadis yang sedang akan diteliti, maka kegiatn takhrij perlu dilakukan.
3.   Untuk mengetahui ada atau tidaknya syahid dan mutabi’pada sanad yang diteliti.
 Jita hadis diteliti salah satu sanadnya, mungkin ada periwayat lain yang sanadnya mendukung pada sanad yang sedang diteliti. Dukungan bila terletak pada bagian periwayat tingkat pertama, yakni tingkat sahabat disebut syahid, sedangkan dibagian bukan  periwyat tingkat sahabat disebut sebagai mutabi’. Dalam penelitian sebuah sanad, syahid yang didukung oleh sanad yang kuat dapat memperkuat sanat yang diteliti. Begitu pula mutabi’ yang memiliki sanad yang kuat, maka sanad yang sedang diteliti mungkin dapat ditingkatkan kekuatannya oleh mutabi’ tersebut. Untuk mengetahui, apakah suatu sanad memiliki suatu syahid atau mutabi’, maka seluruh sanad itu harus dikemukakan. Itu berarti, takhrij hadis, harus dilakukan terlebih dahulu. Tampa kegiatan takhrij hadis, tidak dapat diketahui secara pasti seluruh sanat untuk hadis yang sedang diteliti.
        Dari keterangan diatas maka dapat penulis simpulkan maka dengan adanya takhrij hadis member paidah, yakni akan diketahui asal usul riwayat hadis yang akan diteliti, mengetahui seluruh riwayat bagi hadis yang akan diteliti, dan mengetahui ada atau tidaknya syahid atau mutabi.
               
F.      Metode Takhrij Hadits
Menelusiri hadis sampai kepada sumber aslanya tidak semudah menelusuri ayat Al-qur’an . untuk menelusuri ayat Al-Qur’an, cukup diperlukakn kitab kamus Al-Qur’an misalnya, kitab al-Mu’jam al-Mufhras li Alfazil-Qur’ani Karim susunan Ahmad Fu’at Abdul Baqi, dan sebuah kitab rujukan mushaf al-qur’an. Untuk menelusuri hadis tidak cukup hanya mempergunakan sebuah kamus dan sebuah kitab rujukan berupa kitab hadis yang disusun oleh Mukharrijnya, yang menyebabkan hadis begitu sulit untuk ditelusuri sampai sumber aslanya karena hadis terhimpun pada banyak kitab
Untk mempermudah menelusuri hadis dalam buku-buku sumbenya yang asli, secara garis besar ada dua metode yang akan ditempuh yaitu:[8]
1.      Metode Takhrij  Hadis Menurut Lafazh Pertama
Metode Takhrij hadis menurut lafazh pertma adalah suatu metode  yang berasal dari lafazh matan hadis, sesuai denga urutan huruf-huru hijaiyah dan alfabetis (abjak), sehingga metode ini mempermudah pencarian hadis yang dimaksud.
Adapun kitab yang menggunakan metode ini, diantaranya kitab Al-Jami’ As-Shaghir Fi Ahadits Al-Basyir An-Nazir,  yang disusun oleh Jalaluddin Abu Fadhil Abd Ar-Rohman Ibn Abi Bakar Muhammad Al-Khudri As-Suyuthi. Dalam ini, hadis-hadis disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah sehingga pencarian hadis yang dimaksud sangat mudah. Juga didalamnya dimuat petunjuk para mukharij hadis yang bersangkutan dan pernyataan kualitas hadis yang bersangkutan.
2.      Metode Takhrij Menurut Lafazh-lafazh yang Terdapat Dalam Hadis
Metode takhrij hadis menurut lafazh-lafazh yang terdapat dalam hadis adalah suatu metode yang berlangdaskan pada kata- kata yang terdapat dalam matan hadis, baik berupa kata benda ataupun kata kerja. Dalam metode ini tidak digunakan huruf-huruf, tetapi yang dicantungkan bagian hadisnya sehingga pencarian hadis-hadisny yang dimaksud dapat diperoleh lebih cepat.
Kitab yang berdasarkan metode ini diantaranya adalah kitab Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Al-Fazh Al-Hadits An-Nawawi, yang disusun oleh A.J Winsink dan Kawan-kawan, yang kemudiannya diterjemahkan oleh Muhammad Fu’at Abd Al-Baqi. Kitab yang menjadi rujukan kitab tersebut adalah shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Inbnu Majah, Sunan Abu Daud, Sunan An-Nasa’I, Sunan At-Turmuzi, Muawatha, Imam Malik,  dan Musnad Hamad Bin Hambal.
3.      Mencari Hadis Berdasarkan Tema
Upaya mencari hadis terkadang tidak didasarkan pada lafazh matan (Materi) hadis, tetapi didasarkan pada topik masalah. Pencarian matan hadis berdasarkan topik masalah sangat menolong pengkaji hadis yang ingin memahami petunjuk-petunjuk hadis dalam segala konteksnya.
Pencarian matan hadis berdasarkan topik masalah tertentu dapat ditempuh dengan cara membaca berbagai kitab himpunan kutipan kutipan hadis, namun berbagai kitab itu biasanya tidak menunjukkan teks hadis yang menurut para periwayatnya masing-masing. Padahal, untuk memahami topik tertentu tentang petunjuk hadis, diperlukan pengkajian terhadap teks-teks hadis menurut periwayatan masing-masing. Dengan bantuan kamus hadis tertentu, pengkajian teks dan konteks hadis menurut riwayat dari berbagai periwayatan akan mudah dilakukan. Salah satu kamus hadis itu adalah kitab Miftahu Al-Qunuz As-Sunnah  yang mengarang kita tersebut adalah Dr. A.J Wensinck (W. 1939 M).
G. Kesimpulan
                 Takrij hadis adalah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan yang didalam sumber itu disebutkan secara lengkap sanad dan matan hadis disertai dengan penjelasan kualitas hadis tersebut. Maka dapat dirincikan bahwa mentakhrij berarti melakukan dua hal, pertama, berusaha menemukan para penulis hadis itu sendiri dengan rangkaian silsilah sanadnya dan menunjukkannya pada karya-karya mereka. Kedua, memberikan penilaian kualitas hadis.
                 Adapun objek kajian hadis yaitu: rangkaian terhadap sejumlah periwayat yang menyampaikan riwayat hadis (sanad hadis) dan materi hadis (matan hadis).
                 Penguasaan ulama terdahulu terhadap sumber-sumber hadits begitu luas, mereka tidak kesusahan untuk mengetahui sumber hadits tersebut. Ketika semangat belajar melemah mereka kesulitan untk mengetahui tempat hadits yang menjadi rujukan penggali ilmu syari’at. Sebahagian ulam bangkit dan berusaha memperlihat hadits pada bagian kitab, maka muncullah apa yang dinamakan kutup takhrij.
                 Ulam yang pertama kali melakukan takhrij adalah Al-Khathhib Al-Baqdadi wafat pada tahun 436 H.
                 Kegunaan tahkri hadits adalah untuk mengetahui asla usul riwayat hadis yang akan diteliti. Untuk mengetahui seluruh riwayat  hadits yang akan diteliti. Untuk mengetahui ada atau tidaknya syahid dan mutabi’ pada sanad yang diteliti.
                 Metode takrij hadits ada tiga yaitu metode tahkrij hadits menurut lafaz pertama. Metode takhrij hadits menurut lafazh yang terdapat dalam hadis. Mencari hadits berdasarkan tema.
DAFTAR PUSTAKA

Chumaidiy, Zarkasyi, Ahmad, (1990), Takhrij Al-Hadis, Mengkaji dan Meneliti Al-Hadis, Bansung: IAIN Sunang Gunung Jati.

Ath-Thahha Muhammad, (t.t) , Usul At-Takhrij Wa Dirasah As-Sanid, Riyad: Maktabah Rosyat.

Al-Qaththan Ayaikh Manna, (2005), Mabahis Fi Ulumul Al-Hadis, Jakarta: Pustaka Alkausar.

Ismail M. Syuhudi (2002), Metodelogi Penelitian Hadis, Jakarta: Bulang Bintang

Zulheldi, (2001), Memahami Hadis-hadis yang bertentangan, Jakarta: Nuansa madani

Solahudin Agus, Suyadi Agus, (2009) Ulumul Hadi, Bandung: Pustaka Setia

Ahmad Muhammad, (2004), Ulumul Hadis, Bandung: Pustaka Setia              


[1] . Zulheldi, Memahami Hadits-hadits Yang Bertentangan , (Jakarta: Nuansa Madani, 2001), h. 26
[2] . Syuhudi Ismail. Metode Penelitian Sanad Hadis, (Jakarta: Bulang Bintang, 1992), h. 41-42
[3] . Mahmud Ath-Thahhan, Usul At-Takhrij wa Dirasah As-Sanid, (Riyat: Maktabah Rosyat, t,t), h. 12
[4] . Ahmad Zarksyi Chumaidy, Takhrij Al-Hadits, Mengkaji dan Meneliti Hadits, (Bandung: IAIN Sunan Gunung Jati), h. 7
[5]. Muhammad Ahmad, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), h. 132-136
[6] . Zulhelmi, Op,Cit, h. 53
[7] . Utang Ranuwijaya, Ulumul Hadis, (Jakarta: Gaya Media Pertama, 1996), h. 191
[8] . Agus Solihin, Agus Suyudi, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 196

Tidak ada komentar:

Posting Komentar